SAMARINDA – Belum genap sebulan usai Presiden Joko Widodo mengumumkan perpindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur, harga tanah di lokasi bakal menjadi Ibu Kota Negara Indonesia yang baru, di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara, mulai naik hingga 4 kali lipat dari harga sebelumnya.
Namun, hingga saat ini belum ada lahan Ibu Kota Negara yang berpindah tangan. Karena belum ada kesepakatan antara penjual dan pembeli. Selain itu, sejumlah lahan gagal dijual, karena masih terbentur surat tanah.
Ngadiman, warga Desa Margomulyo mengaku bahwa saat ini lahan yang sebelumnya kurang dilirik, kini sudah mulai ditawar. Bukan hanya di wilayah Samboja, Kutai Kartanegara yang banyak dilirik, namun juga di Kecamatan Sepaku yang menjadi lokasi Ibu Kota Negara.
“Naik 3 kali lipat. Jika dijadikan Ibu Kota, daerah penajam itu mungkin lebih dari itu, per meter Rp100.000 dan dapat menawar,” ungkap dia.
Sementara itu, Lurah Argosari, Kecamatan Samboja Ahmad Hariyadi mengatakan, pasca pengumuman lokasi Ibu Kota Negara di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara. Kecamatan Penajam banyak yang mulai mendatangi dan mencari lahan.
“Legalitasnya masih meragukan. Artinya, bisa saja surat keterangan garapan, mereka tidak mau. Minimal PPHT yang ditandatangani Kepala Wilayah atau Cabang, yang SKPT fluktuatif ada dengan kondisi sama, dan ada yang mau melepas kemarin 5 hektar minta Rp3 miliar. Ada 6 hektar Rp2 miliar. Ada yang 3 hektar minta Rp5 miliar. Sebenarnya nggak enakan ngomong. Kita nggak punya uang, tapi ini yang saya rasakan di lapangan,” ungkap dia.
Banyaknya warga yang belum memiliki sertifikat atas lahan mereka. Karena sebagian besar lahan mereka masuk kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto. Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara berencana akan mengamankkan lahan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto yang saat ini dikuasai warga. (maman)